Kamis, 12 Mei 2022

SEMANGAT BERPUASA SAAT PANDEMI COVID

BULAN SUCI RAMADHAN DI MASA PANDEMI COVID


Puasa Ramadhan tahun ini mungkin menjadi puasa ke-2 pada masa pandemic nampaknya. Karena Ramadhan tahun ini diperkirakan masih berada di tengah mewabahnya virus Covid-19. Di banyak negara masih dicekam ketakutan karena kondisi pandemi belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Di Indonesia sendiri peningkatan jumlah kasus positif dan meninggal karena Covid-19 masih terjadi sampai hari ini. Vaksin dari negeri Tirai Bambu telah disuntikkan ke tubuh rakyat Indonesia meskipun belum merata, akan tetapi belum menjadi jaminan akan bisa melawan virus karena ada beberapa kasus yang masih terjangkit dan bahkan ada yang meninggal. Hal ini membuat pemerintah memperluas cakupan di beberapa kota dan kabupaten dan memperpanjang masa pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar bahkan seluruh elemen Negara seperti kepolisian dan tentara dikerahkan untuk membackup agar penyebaran virus tidak membabi buta. Itu artinya, selama bulan Ramadhan tahun ini masih dimungkinkan umat Islam melaksanakan ibadah dengan kondisi pembatasan sosial.

Konsekuensinya, besok saat tiba Ramadhan banyak kebiasaan yang tidak bisa dilakukan, misalnya saja tarawih berjamaah di masjid/mushola, mudik lebaran, silaturahmi dengan sanak saudara dan sungkeman dengan orang tua, bahkan hingga sholad Idulfitri pun kemungkinan besar tidak diadakan, jika pun ada, akan dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat. Memang akan terasa ada sesuatu yang hilang nantinya. Ramadhan tahun ini mungkin akan terasa infak masjid dan shadaqah termasuk pemberian ta’jil akan menurun drastis jumlahnya. Suatu kejadian yang terulang tahun kedua dan rasanya kita sebagai umat manusia terasa kecil di hadapan Allah, merasa tidak berdaya dengan anomali yang terjadi saat ini. Shaf yang rapat dan lurus terbantahkan, pengajian tatap muka dihentikan, banyak jamaah banyak pahala dihindarkan, banyak silaturahmi banyak rezeki dihindari. Serasa semuanya melawan aturan agama sehingga fatwa ulama jadi selalu ada keraguan.

Dicegahnya kebiasaan yang telah dilaksanakan secara turun temurun dalam pelaksanaan ajaran agama yang merupakan warisan dari junjungan kita Rasulullah SAW dan sebagai wujud ta’abud kita kepada sang Khaliq yang kita kerjakan di saat Ramadhan kali ini akan terbendung oleh adanya aturan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar di beberapa daerah yang mengikat umat muslim. Kita menilai pembatasan ini adalah suatu keniscayaan karena ada kemudaratan di sana. Ada bahaya virus menular yang mengancam keselamatan jiwa jika kita melakukannya. Islam adalah agama yang menyelamatkan dan hadir dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umat manusia.

Allah berfirman dalam QS Al Maidah ayat 32: “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” Di saat pandemic covid-19, ayat Al Qur’an dan hadits nabi banyak terpampang di fasilitas umum seperti bandara dan halte bus di Negara Kincir Angin dan Paman Sam. Ternyata ada hikmah di balik musibah. Kita manusia tidak pernah tahu tentang skenario Alloh SWT, apa makna di balik covid-19 ini?

Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 195.: “Dan janganlah kalian jatuhkan diri kalian dalam kebinasaan dengan tangan kalian sendiri. Dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Demikian pula sabda Rasulullaah SAW, “Tidak boleh ada bahaya dan sesuatu yang menyebabkan bahaya.” (HR. Ibnu Majah, Daruqutni).

Oleh karena itu, demi menghindar dari bahaya dan untuk memelihara kemaslahatan dan keselamatan diri dan lingkungan maka umat Islam harus bisa beradaptasi/menyesuaikan dengan kondisi pandemi selama Ramadhan tahun ini. Meski ada “sesuatu” yang hilang.

Justru pada Ramadhan yang istimewa tahun ini memberi kesempatan luas bagi setiap muslim untuk semakin fokus beribadah. Coba ingat-ingat Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya. Kita biasa disibukkan dengan kegiatan dan aktivitas di luar rumah seperti bekerja, berbelanja, ataupun bepergian ke mana-mana sehingga seringkali menyita banyak waktu untuk mengisi Ramadhan kita dengan nilai-nilai ibadah. Kesibukan di luar rumah itu pula sering membuat kita lupa dan meniggalkan amalan-amalan sholeh di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Bukankah itu sangat disayangkan karena kita telah melewatkan detik-detik yang sangat berharga dari bulan Ramadhan di mana pahala dilipatgandakan itu.

Maka di balik situasi pandemi covid-19 saat ini, terdapat kesempatan emas bagi umat Islam karena bisa memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan berbagai amal sholeh dengan lebih intensif. Kita dapat tadarus Al Qur’an hingga berjam-jam sepuasnya. Kita dapat memperdalam ilmu agama bersama ustad pilihan sepuasnya meski hanya lewat sosmed ataupun youtube.

Selain itu, kondisi seperti ini justru memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk menjaga kualitas puasa kita. Sebab, ada banyak hal dapat mengurangi kualitas atau pahala puasa seperti ghibah, berkata laghwu dan fafats atau sia-sia, menatap lawan jenis yang bukan mahramnya dengan syahwat dan berkata dusta yang kesemua itu lebih mungkin kita lakukan ketika bertemua dengan banyak orang lain di luar rumah. Maka dengan tetap berada di dalam rumah logikanya kita akan lebih terjaga dari hal-hal yang mengurangi pahala puasa kita. Rasulullah SAW bersabda “Banyak sekali orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapat apa-apa dari puasanya itu, kecuali lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim). Penyebab tidak dapat pahala dari puasa adalah karena tidak menjaga puasa kita dari hal-hal yang dapat membatalkan fahala puasa seperti di uraikan di atas. Diriwayatkan dari Anas ra, Rasulullah SAW bersabda, ”Lima perkara yang menghapus pahala puasa, yaitu bohong, menggunjing, adu domba, sumpah palsu dan memandang dengan syahwat”.  Selain itu, merebaknya virus corona hingga keseluruh belahan bumi menunjukkan bahwa betapa Maha Dasyatnya kehendak Sang Khalik dalam mengatur kehidupan yang ada. Manusia hanya bisa berencana, jika Allah Swt sudah berkehendak maka sirna segala sesuatu yang ada(“Kun fayakuun”).

Di balik peristiwa yang sangat menyusahkan dan meresahkan masyarakat ini, sebagai seorang yang beriman harus menghadapinya dengan optimis bahwa sesungguhnya Alloh bersama kita dan selalu berupaya sesuai dengan syariat dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Usaha adalah bentuk tawakal kita kepada Alloh SWT.

Di balik wabah selalu ada hikmah yang bisa dipetik, itu ajaran agama. Sehingga kita harus bisa mengambil peran dalam situasi yang sulit. Keberadaan kita dan tidak adanya kita, harus berbeda. Sampaikan ilmu yang dimiliki dengan arif dan bijaksana dengan niat Lillahi Ta’ala, ikhlas, bersyukur dan memperoleh ridho Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Umur manusia adalah sebuah misteri, tidak ada yang tahu kapan kita dipanggil menghadap Alloh SWT tapi perlu terus berupaya menjaga kesehatan. Bahkan untuk pandemi Corona Covid-19 ternyata tiap orang dapat ikut serta dalam menjaga kesehatan orang lain, tidak hanya pribadi, keluarga, tetangga, sahabat, tapi juga warga di berbagai daerah di Indonesia, bahkan dunia.

Dengan tinggal di rumah saja, kita dapat ikut mencegah tersebarnya wabah Covid-19. Jika terpaksa harus keluar rumah, perlu menggunakan masker dan jaga jarak dengan orang lain. Kalau pakai kendaraan umum seperti kereta api KRL harus berjarak dua tempat duduk. Bahkan pakai mobil pun harus diatur duduknya tidak berdekatan.

Tahun ini tidak perlu pulang kampung untuk Lebaran. Kalau sangat terpaksa karena urusan yang tidak dapat ditunda, ikuti pedoman pencegahan sebaran Covid -19, ikuti perkembangan aturan PSBB dan aturan pelaksanaannya, karena tiap daerah dapat berbeda-beda sesuai tingkat zona dan kondisi kearifan atau kebijakan lokalnya.

Tidak usah panik tapi tetap berpikir positif tapi realistik, hati-hati dan waspada. Ini saatnya kita lebih bersyukur, tafakur. Dan yang lebih penting lagi bagi yang punya ilmu walau satu ayat saja, dapat dikembangkan sesuai dengan konteks dan waktu serta lokasinya, tentu juga sesuai dengan bidang keahliannya atau mengembangkan bidang keahlian dan keterampilan baru dengan menyesuaikan industri 4.0.

Maka orang berpuasa Ramadhan special edition tahun ini mestinya ibadahnya, kebaikannya, amal-amal shalihnya, jauh lebih meningkat. Sebab ia tidak terganggu konsentrasinya dengan aktivitas lain di luar rumah, kecuali ibadahnya semata. Ramadhan yang spesial ini tentunya dilakukan oleh orang-orang khusus sesuai dengan tingkatan orang berpuasa yaitu puasa ‘awam, khawas dan khawasul khawas. Semoga saja puasa kita kali ini adalah termasuk kategori puasa spesial/khawas, (walaupun tidak sampai ke tingkatan khawasul khawas/istimewa sebab puasa ini hanya dilakukan oleh para Nabi, Rasul dan Shiddiqin, namun jangan turun pada tingkatan ‘awam, sebab puasa ini tidak memperoleh balasan apapun dari Allah SWT, melainkan lapar dan dahaga) karena puasa Ramadhan tersebut akan dianugerahkan derajat taqwa kepada pemiliknya, sebagaimana janji Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 183: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”Mari sambut Ramadhan tahun ini dengan tetap semangat menjalankan ibadah puasa dan amal sholeh sebanyak-banyaknya. Fokuskan diri kita untuk meraih derajad taqwa. Sambil terus bermohon kepada Alloh SWT agar wabah ini segera berlalu. Aamiin.  

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budaya gotong royong, secara gegap gempita seluruh lapisan masyarakat Indonesia menunjukkan kontribusinya, paling tidak dengan menta’ati himbauan pemerintah untuk berdiam di rumah. Kepedulian sosial secara sadar dan mandiri ditunjukkan dengan kerja bakti lingkungan, penyemprotan disinfektan, pebagian makanan gratis, pembagian alat kesehatan gratis, hingga upaya membantu pemenuhan kebutuhan sosial dasar kehidupan, seperti; pembagian sembako dan lain sebagainya. 

Wabah Covid-19 juga berdampak pada aktifitas keagamaan. Salah satunya pembatasan pelaksanaan Salat Jumat di masjid, Salat Jama'ah lima waktu, kegiatan rutin berskala besar dan lain sebagainya. Kondisi yang tidak biasa bagi masyakat Indonesia yang memiliki kultur religious, sehingga memicu perspektif beragam di masyarakat. Mulai dari perspektif politis dengan asumsi pemerintah melarang ibadah di masjid. Perspektif ekonomi, ini adalah perang dagang amerika dan cina, ini adalah agenda para mafia banker dunia untuk kepentingan bisnis mereka, dan lain sebainya.  Bahkan mungkin tidak berlebihan, sebagian kelompok fatalistik berasumsi dunia seakan berakhir, alias kiyamat. Padahal dalam perspektif akhlak tasawuf, kondisi semacam ini adalah memotum muhasabah tentang kualitas keimanan dan ibadah sosial lainnya.

Jika dihubungan dengan datangnya bulan suci Ramadhan, pandemic Covid-19 memiliki hikmah yang luar biasa. Ramadhan adalah bulan puasa, bulan mulia, bulan suci, bulan ibadah, bulan magfiroh, bulan rahmah dan sejumlah sebutan baik lainnya. Umat Islam sepakat bahwa perlu persiapan lahir dan batin untuk memasuki bulan Ramadhan. Bahkan sebagian ulama menganjurkan berdoa setiap saat, agar bisa bertemu bulan Ramadhan, khususnya pada dua Bulan menjelang masuk bulan suci tersebut. Dengan do’a “Allahumma barik lanaa fi rajaba wa sya’ban wa ballighnaa ramadhan”, Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, hingga kami bisa sampai pada bulan ramadhan. Karena umur yang paling berkah adalah umur yang bertemu dengan bulan Ramadhan yang terisi dengan penuh ibadah kepada Allah SWT.

Pandemi Covid-19 seakan mengisyaratkan” bersiaplah masuk ke bulan suci ramadhan dengan membersihkan diri secara lahir dan batin”. Sehingga saat Ramadhan datang, dapat menjalankan puasa dengan khuyu’, tumakninah, penuh dengan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana tausiyah yang disampaikan Hadratussyech Alm. K.H. Ahmad Asrori Al-Ishaqi mengutip perkataan Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a dalam Kitab Faidurrahman fi Manakibi Sulthonil Auliya’ Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a, Bait ke-5, beliau berkata:

وَكَانَ يَقُوْلُ : لَايَصْلُحُ لِمُجَالَسَةِ الْحّقِّ تَعَالٰى إِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَ مِنْ رِجْسِ الزَّلَّاتِ _ وَلَايُفْتَحُ إِلَّا لِمَنْ خَلَا عَنِ الدَّعَاوِىْ وَالْهَوَسَاتِ _ وَلَمَّا كَانَ اْلغَالِبُ عَلَى النَّاسِ عَدَمَ التَّطَهُّرِ _ إِبْتَلَاهُمُ اللهُ تَعَالٰى بِاْلأَمْرَاضِ كَفَّارَةً وَطَهُوْرًا _ لِيَصْلُحُوْا لِمُجَالَسَتِه۪ وَقُرْبِه۪ شَعَرُوْا بِذٰلِكَ أَوْ لَمْ يَشْعُرُوْا

Artinya:  Tidak boleh terjadi di dalam majlis untuk menghadap kepada Allah ta'ala, kecuali membersihkan dirinya dari kotoran dan dosa, dan tidak akan dibuka hatinya untuk makrifat kepada Allah, kecuali hatinya dikosongkan dari pengakuan mempunyai perilaku baik dan dari perbuatan yang meresahkan. Apabila kebiasaan manusia sudah berlumuran dosa dan tidak mau membersihkan, maka Allah ta'ala menurunkan berbagai penyakit lahir ataupun bathin kepada mereka sebagai tebusan dan pembersih dosa-dosanya, agar yang demikian itu sesuai majlis menghadap dan mendekat kepada Allah, baik mereka sadar maupun tidak.

Ramadhan adalah majlis atau sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pesan akhlak tasawuf syech Abdul Qadir al-Jailani r.a tersebut menunjukkan bahwa tidak pantas seseorang memasuki bulan Ramadhan, kecuali dia dalam kondisi suci dari kotoran dan dosa. Jika dimaknai lebih dalam lagi, Pandemi Covid-19 adalah penebus dosa dan cara Allah SWT untuk mesucikan diri umat manuasia dari segala dosa, maksiat, serta penyakit lahir dan batin.

Lantas bagaimana sikap yang harus dikembangkan dalam menghadapi Covid-19, terutama jelang datangnya Bulan Suci Ramadahan, Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a dalam Kitab Faidurrahman fi Manakibi Sulthonil Auliya’ Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a, Bait ke-5, beliau juga berpesan:

    وَكَانَ يَقُوْلُ : لَا تَخْتَرْ جَلْبَ النَّعْمآءِ وَلَا دَفْعَ اْلبَلْوٰى _ فَإِنَّ النَّعْمآءَ وَاصِلَةٌ إِلَيْكَ بِاْلقِسْمَةِ اسْتَجْلَبْتَهَا أَمْ لَا _ وَاْلبَلْوٰى حَالَّةً بِكَ وَإِنْ كَرِهْتَهَا _ فَسَلِّمْ لِلهِ فِى اْلكُلِّ يَفْعَلُ مَا يَشآءُ _ فَإِنْ جآءَتْكَ النَّعْمآءُ فَاشْتَغِلْ بِالذِّكْرِ وَالشُّكْرِ _ وَإِنْ جآءَتْكَ اْلبَلْوٰى فَاشْتَغِلْ بِالصَّبْرِ وَالْمُوَافَقَةِ _ وَإِنْ كُنْتَ أَعْلىٰ مِنْ ذٰلِكَ فَالرِّضَا وَالتَّلَذُّذُ _ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اْلبَلِيَّةَ لَمْ تَأْتِ الْمُؤْمِنَ لِتُهْلِكَه۫ _ وَإِنَّمَا أَتَيْهُ لِتَخْتَبِرَه۫ _

Artinya: Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a berkata juga: Jika terkena cobaan, jangan menginginkan mendapat kenikmatan dan menghindar dari cobaan, karena suatu kenikmatan pasti datang juga kepadamu sesuai ketentuan Allah, diharapkan maupun tidak. Demikian pula cobaan, suka atau tidak pasti akan menimpanya, maka dari  itu berserah dirilah segala urusan kepada Allah yang mengatur sesuai dengan kehendak-Nya. Maka bila kenikmatan datang kepadamu, maka sibukkanlah dirimu dengan mengingat Allah dan banyak bersyukur, dan bila cobaan yang menimpa maka sibukkan lah dirimu dengan kesabaran dan kesadaran. Bila ingin mendapat tempat yang tertingi di sisi Allah dan sebagai suatu kenikmatan, maka perlu disadari bahwa cobaan yang menimpa orang mukmin bukan sebagai malapetaka, tetapi datang untuk menguji iman.

Merujuk pada mutiara hikmah tersebut, salah satu sikap yang harus dikembangkan dalam menghadapi pandemi Covid-19, terutama jelang datangnya Bulan Suci Ramadan adalah dengan tidak opportunity, berharap selamat sendiri, tanpa memperpedulikan orang lain.  Hal itu dibuktikan dengan menumbuhkan rasa syukur atas nikmat bulan ramadhan, memperbanyak dzikir kepada Allah SWT, berdoa dengan penuh keikhlasan dan kesabaran untuk diri, keluarga, orang lain dan lingkungannya, terutama dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.

Hikmah positif dari Pandemi Covid-19, terutama jelang Bulan Ramadan sebagaiman tausiyah yang disampaikan Hadratussyech Alm. K.H. Ahmad Asrori Al-Ishaqi mengutip perkataan Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a dalam Kitab Faidurrahman fi Manakibi Sulthonil Auliya’ Syaidinassyech Abdul Kadir Al-Jailani, r.a, Bait ke-5 sejalan dengan hadis Rasulullah SAW riwayat Muslim: 7692):

عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ  

Artinya: “sangat  menakjubkan urusan orang beriman, semua urusannya merupakan kebaikan. Hal tersebut tidak dimiliki siapa pun kecuali hanya dimiliki oleh orang beriman. Apabila orang beriman mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Jika ia tertimpa musibah, dia bersabar. Dan itu juga menjadi kebaikan baginya” (HR Muslim: 7692)

Menemukan kenikmatan dalam pandemi Covid-19 merupakan kebahagian yang tiadatara. Rasa itu akan tumbuh, jika ada setitik kebahagian dengan datangnya bulan Ramadhan. Bahagia yang tiada lain dilandasi kimanan, keikhlasan, semata-mata beribadah karena Allah SWT. Sebagaimana pesan mutiara sulthonul auliya’ “kailaa tuhibbuhu bil hawaa wa tabghoduhu bil hawaa”, agar kamu senang atau benci tidak sekedar menuruti hawa nafsu. Semoga Allah SWT segara angkat pandemi Covid-19, semua sehat, semua selamat, dan semua bahagian. Berikut adalah hikmah berpuasa di bulan ramadhan. 

1. Melatih Disiplin Waktu

Untuk menghasilkan puasa yang tetap fit dan kuat di siang hari, tubuh memerlukan istirahat yang cukup, hal ini membuat kita tidur lebih teratur demi lancarnya puasa. Bangun untuk makan sahur dipagi hari juga melatih kebiasaan bangun lebih pagi untuk mendapatkan rezeki (makanan).

2. Keseimbangan dalam Hidup

Pada hakikatnya kita adalah hamba Allah yang diperintahkan untuk beribadah. Namun, hanya karena hal duniawi seperti pekerjaan, hawa nafsu, dan lain-lain, kita sering melupakan kewajiban kita.

Pada bulan puasa ini kita terlatih untuk kembali mengingat dan melaksanakan seluruh kewajiban tersebut dengan imbalan pahala yang dilipatgandakan.

3. Mempererat Silaturahmi

Dalam Islam, ada persaudaraan sesama Muslim, yang akan tampak jelas jika berada di bulan Ramadan.

Berbagi takjli, salat bersama di masjid maupun musala, dan mendengarkan khotbah-khotbah serta diskusi keagamaan menjadi aktivitas yang menunjukkan eratnya silaturahmi di antara sesama Muslim. 

4. Lebih Perduli pada Sesama

Puasa Ramadan mengajarkan kepada manusia untuk lebih peduli kepada sesama dengan banyak bersedekah. Rasa haus dan lapar saat berpuasa dapat meningkatkan solidaritas sosial terhadap orang-orang miskin yang ditimpa kesulitan dan anak-anak yatim yang terlunta-lunta.

5. Tahu Bahwa Ibadah Memiliki Tujuan

Tujuan puasa adalah melatih diri agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan Ramadan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil.

Namun, jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi, kita terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah.

6. Tiap Kegiatan Mulia Merupakan Ibadah

Semua dapat bernilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid, menolong orang, berbuat adil pada sesama, tersenyum pada saudara, membuang duri di jalan, sampai tidurnya orang puasa, merupakan ibadah sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah agar kita terbiasa hidup dalam ibadah.

7. Berhati-hati dalam Berbuat

Puasa Ramadan akan sempurna dan tidak sia-sia apabila selain menahan lapar dan haus kita menghindari keharaman mata, telinga, perkataan, dan perbuatan.

Latihan ini menimbulkan kemajuan positif bagi kita jika di luar bulan Ramadan kita juga dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa, seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.

8. Berlatih Lebih Tabah

Dalam puasa di bulan Ramadan, kita dibiasakan menahan yang tidak baik untuk dilakukan, misalnya marah-marah, dab berburuk sangka.

Dianjurkan sifat sabar atas segala perbuatan orang lain kepada kita, semisal ada orang yang menggunjingkan kita, atau mungkin meruncing pada fitnah,  kita harus tetap sabar karena kita dalam keadaan puasa.

9. Melatih Hidup Sederhana

Ketika waktu berbuka puasa tiba, minum dan makan sedikit saja kita telah merasakan nikmatnya makanan tersebut, pikiran kita untuk makan banyak dan bermacam-macam sebetulnya hanya hawa nafsu saja.

10. Melatih untuk Bersyukur

Dengan memakan hanya ada saat berbuka, kita menjadi lebih mensyukuri nikmat yang kita miliki saat tidak berpuasa sehingga kita dapat menjadi pribadi yang lebih mensyukuri nikmat Allah Swt.

Ramadan sudah memasuki hari ke-10. Puji syukur selayaknya terus dipanjatkan kepada Allah SWT atas nikmat kesempatan beribadah Ramadah 1442H. Bulan ini penuh berkah dan membawa berbagai kabar gembira sehingga kehadirannya disambut bahagia.

Semangat ibadah membuncah. Itu setidaknya terlihat dari banyaknya jamaah Salat Tarawih, baik di masjid maupun langgar, mushalla, atau dan meunasah.

Jamaah salat fardu juga lebih ramai dari biasanya. Ramadan menjadikan umat Islam semakin betah beramal ibadah.

Semangat yang sama dirasa dalam menjalani puasa. Setiap orang berlatih untuk menjaga kualitas puasanya. Ada sikap kehati-hatian atas segala perbuatan yang dapat menghilangkan pahala puasa. Umat Islam berusaha menjaga lisan dari kata-kata kotor, ghibah, bohong dan lainnya. Sebisa mungkin mereka menjauhi perbuatan zalim, serta terus berupaya menjaga persaudaraan sesama.

Semangat Ramadan ini semestinya terus dijaga, jangan sampai luntur dan berubah arah. Masih ada belasan hari ke depan yang menjadi ladang umat untuk beramal.

Semangat ini jangan sampai memudar. Sebab keutamaan Ramadan membentang dari hari pertama hingga saat menjemput kemenangan di Hari Raya. Umat Islam dituntut untuk tetap produktif dalam melaksanakan ibadah dan amal shalih, tetap memiliki semangat sehingga benar benar dapat menikmati keberkahan dan fadhilah Ramadan.

Bahwa semangat itu bisa berkurang dan bertambah adalah hal biasa. Karenanya, kita diharapkan dapat mengontrolnya, agar amalan yang kita lakukan tetap istiqamah.

Allah SWT sangat mencintai hambanya yang Istiqamah dalam mengerjakan amal kebaikan. Dalam Al-Qur’an surat Hudd ayat 112, Allah berfirman: “Maka tetaplah kamu (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah bertaubat bersama kamu. Dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Dia maha melihat apa yang kalian kerjakan”.

Ayat tersebut mengandung perintah untuk tetap istiqamah, baik dalam hal akidah maupun hal amal shalih. Ayat tersebut juga merupakan ayat paling berat dilaksanakan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia berkata: “Tidaklah ada satu ayat pun yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang lebih berat dan lebih susah daripada ayat tersebut. Oleh karena itu ketika beliau ditanya, betapa cepat engkau beruban, Rasulullah SAW berkata kepada sahabatnya, ‘yang membuatku beruban adalah surat Hudd dan surat-surat semisalnya.’ Karena di dalam ayat tersebut ada perintah untuk Istiqamah.

Untuk menjaga semangat beribadah Ramadan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, memperbaiki kembali niat, ikhlas semata mengharap rida Allah. Kedua, memperbanyak shalawat dan zikir. Ketiga, melanjutkan komitmen dan perencanaan awal, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing.

Keempat, tidak berlebihan sehingga ringan dalam melaksanakan. Misal,  karena ingin segera mengkhatam Al-Quran di bulan Ramadan, orang menargetkan tadarus tiap malam tiga juz. Tapi, hal itu ternyata tidak dijalankan secara istiqamah, lalu ditinggalkan karena berbagai hal.

Dalam kondisi seperti ini, lebih baik tidak memaksakan satu malam tiga juz, tapi cukup satu juz dan dikerjakan berkelanjutan. Ini hanya sebuah perumpamaan agar istiqamah itu hadir dalam setiap amalan kebaikan yang kita laksanakan.

Kelim, memahami hikmah amal kebaikan. Di antara hal yang bisa memotivasi diri untuk istiqamah adalah mengetahui dan meyakini sepenuhnya, manfaat dan hikmah dari amalan tersebut.